“Claritaaa…..!!!"
"Sampai kapan kamu akan tidur, dasar pemalas, anak gadis kok begitu…!!!”
“Memangnya kau tidak sekolah…mau jadi apa nantinya…!!!” , omel Ibu Clarita.
“Aduh Ibu, please deh…tiap hari mengomel terus, g cape apa.... nie juga aku udah mau bangun”
Huff, seperti biasa, setiap pagi selalu begitu, dibangunkan oleh omelan Ibu melulu. Mau dilawan takut dibilang durhaka, didiami malah bikin kesal. Dengan sedikit bermalas-malasan, kulirik jam beker kesayanganku dan seketika itu juga aku melompat dari kasurku, kusambar handukku dan berlari ke kamar mandi. Dan seperti biasa juga, kalau sudah seperti ini, itu artinya aku pasti telat.
“Ya ampun, Claritaa…telat lagi?”
“Hehehe…ayo dong Pak, dibuka gerbangnya, please…!”, katanya sambil memohon belas kasihan pada Pak
Tono, satpam sekolahnya tersebut.
“Ckckck…ya sudah, lain kali jangan telat lagi ya…bisa dipecat aQ gara-gara kamu !!”, katanya sambil
membuka gerbang untuk Clarita. Hihihi…Pak Tono memang paling tidak tahan melihat aku memelas-melas.
Belum siap juga penderitaan Clarita. Dia harus berjuang lagi menghadapi Pak Krisman guru paling killer di sekolahnya. Dasar, marga Sinaga memang seram-seram. Sesampainya di depan kelas, dia bersiap-siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi nanti.
“Huh…harus siap mental”, kata Clarita dalam hatinya.
Saat di pintu masuk ke kelas, dilihatnya Pak Krisman sedang menulis catatan di papan tulis dengan wajah serius. Nampak kerutan di wajah seramnya, sepertinya suasana hatinya sedang tidak baik. Ragu-ragu kuketuk pintu kelas, lalu Pak Krisman dan semua murid lainnya menoleh padaku.
“Permisi Pak…”, kata Clarita dengan gugup.
“Telat lagi, bagus, itu tandanya kamu anak baik, udah baik pintar lagi. Keluar dari kelas saya sekarang juga.
Kelas saya tidak menerima anak baik-baik sepertimu. Mungkin karena kamu sudah terlalu pintar kamu merasa
tidak perlu lagi masuk ke kelas saya kan? .”, kata Pak Krisman pada Clarita sambil melanjutkan kembali
mencatat di papan tulis.
“Tapi Pak…”, clarita mencoba memberi alas an.
“KELUAR…!!!”, Pak Krisman mempertegas perintahnya. Tidak ada yang bisa membantah perkataan Pak Krisman. Dengan pasrah Clarita keluar dari kelasnya. Ini yang ketiga kalinya Clarita dikeluarkan dari kelas Pak Krisman.
Malam ini Clarita tidak sedikitpun membuka bukunya, walaupun dia tahu besok kuis Pak krisman, guru killernya tersebut, tapi dia tidak peduli. Sambil memandangi langit yang dihiasi dengan bintang-bintang dan bulan yang indah, dia merenungi nasibnya sendiri.
“ Oh Tuhan…kenapa nasibku sial begini.” Pertanyaan yang selalu dilontarkannya dan tak pernah terjawab.
“ CLARITA. Nama udah bagus-bagus, tiba giliran nasib selalu saja buruk”
Tiba-tiba dia teringat si Warsinem, teman SD-nya dulu.
“ Namanya jelek, kuno, tapi nasibnya selalu mujur. Cantik, ramah, pintar, disukai banyak orang, dari keluarga
berada lagi, perfectlah. Sedangkan aku, udah jelek, gendut, bodoh, dari keluarga pas-pasan pula lagi.”
Kadang-kadang Clarita sering berpikir, dulu Ibunya ngidam apa waktu mengandung dia.
“ Arrgggg…!!!”
Karena hari ini kuis dari Pak Krisman, Clarita memaksakan diri bangun lebih cepat dari hari-hari sebelumnya, agar tidak telat. Ini kuis dari Pak Krisman kalau samapai dia tidak ikut, bias-bisa nilai di rapotnya pakai tinta merah. Dia ga mau menambah kesialan dalam hidupnya lagi.
“ Cukup deh…”, pikirnya.
Pukul 07.30, dia tiba tepat waktu. Dengan lega dia duduk di bangkunya. Kemudian Pak Krisman masuk dan tanpa basa-basi, dia langsung membagikan soal. Semua siswa mendapat soal, kecuali Clarita. Sebelum Clarita bertanya kenapa, Pak Krisman sudah terlebih dahulu menjawab pertanyaannya tersebut.
“ Clarita, kamu tidak bias ikut kuis saya kali ini. Kamu sudah tiga kali tidak masuk kelas saya, dan saya yakin
kamu tidak akan bisa mengerjakan satu soalpun dengan benar.”, kata Pak Krisman tegas.
Seluruh teman-temannya spontan tertawa. Entah apa yang lucu Clarita tidak tahu. Clarita tidak diberi kesempatan untuk membela diri. Dia terpaksa pasrah lagi. Sebelum meninggalkan kelas, dia mendengar ejekan temannya.
“ Modal nekad…kelaut aja deh…”. Seketika seisi kelaspun menjadi riuh, tertawa sepuas hati mereka.
“ Diam. Kerjakan soalnya.”, kata Pak Krisman sambil menahan amarahnya.
Dengan perasaan sedih Clarita pun berjalan keluar kelas. Tapi ditengah jalan, seorang temanya jahil dan menghadang kaki Clarita, Clarita pun terjatuh. Tanpa dikomando semua teman-temanya tertawa terkekeh-kekeh.
“ Diam. Clarita, cepat kamu keluar dari kelas saya, jangan buat keributan.”, kata Pak Krisman yang kali ini
betul-betul marah. Clarita pun keluar sambil menahan air matanya.
Clarita sudah tak tahan lagi. Dia merasa Tuhan tidak adil padanya. Dia berlari sekencang-kencangnya, tak peduli bahwa sekarang masih jam sekolah. Dia berharap semua ini hanya mimpi belaka. Tapi kemudian dia sadar bahwa dia tidak sedang hidup di negeri dongeng, ini nyata. Setelah lama dia berlari, dia kelelahan dan memilih duduk di kursi sebuah taman untuk menenangkan dirinya. Dia menumpahkan semua air matanya, menumpahkan semua kesedihan yang dia rasakan dan menyesali takdir hidupnya.
Lama berdiam diri dalam kesedihannya, seorang pengamen seumuran dengannya datang padanya dan menyayikan sebuah lagu, berharap akan mendapat uang recehan. Namun Clarita yang kesal, sedih bercampur amarah tidak menanggapinya. Pengamen tersebut bukannya pergi tapi malah duduk disebelah Clarita dan memandangi wajah Clarita. Clarita yang dipandangi begitu pun merasa kesal.
“ Kenapa kau memandangiku seperti itu, apa kau juga ingin menghinaku, ikut berbahagia atas penderitaanku” ,
kata Clarita marah. Tapi si pengamen tetap diam dan hanya memandagi wajah Clarita.
“ Hey…kenapa kau masih tetap memandangi aku ?”, Clarita semakin kesal. Tapi si pengamen tersebut tetap
diam saja dan kemudian tersenyum. Entah kenapa Clarita merasakan kehangatan dalam senyumnya.
Tiba-tiba si pengamen berbicara,
“ Aku tidak tahu masalah apa yang sedang menimpamu sekarang. Tapi apa kau sadar bahwa hidupmu haruslah
kau syukuri. Bersyukurlah karena masih bias seperti dirimu yang sekarang.”
“ Lihatlah diriku”, kata si pengamen dengans serius.
Clarita memandanginya. Dihadapanya duduk seorang dengan baju compang-camping, dekil, hitam dan kurus. Di wajahnya ada bekas luka sayatan yang amat besar. Kaki dan tangannya cacat dan ada beberapa luka yang dikerubungi lalat. Setelah memandangi seluruh tubuhnya, aku memandang wajahnya kembali.
Dia tersenyum dan berkata,
“ Kau sudah lihat diriku. Sekarang lihatlah dirimu.”
Aku memandang diriku sendiri. Baju yang kukenakan masih bagus dan bersih, walaupun bukan merek terkenal. Kulit dan wajahku bersih tanpa bekas luka. Kaki dan tanganku masih normal tidak seperti dia.
Kemudian dia bertanya padaku.
“ Apa kau punya rumah ?“, aku mengangguk.
“ Apa kau punya orang tua ?”, aku kembali mengangguk.
“ Apa kau bisa mengecap dunia pendidikan ?”, sekali lagi aku mangangguk.
Dia terseyum.
“ Janganlah kau melihat ke atas, berapa besar penderitaanmu. Tapi lihatlah ke bawah, betapa beruntungnya dirimu. Kau akan semakin sadar dan tahu bersyukur atas kehidupanmu yang sekarang”
Aku terpancing untuk bertanya padanya.
“ Tapi mengapa, nasibku seperti ini, aku jelek, gendut, bodoh dan dari keluarga pas-pas. Aku sering diejek oleh teman-temanku karena wajahku dan otakku yang bodoh ini. Tuhan betul-betul tidak adil.”
“ Kau jelek, bodoh, dari keluarga pas-pasan, dan selalu diejek oleh teman-temanmu. Bagaimana denganku, apa
aku lebih baik darimu? Aku bahkan lebih jelek, lebih bodoh dan lebih miskin darimu.” kata pengamen tersebut.
“ Kecantikan dan harta itu tidak abadi, kebaikan, ketulusan dan kemurnian hatilah yang abadi. Jika kau miliki itu
semua maka kecantikan yang luar biasa indah akan terpancar dari dalam dirimu. Kau bahkan akan memiliki
kekayaan yang berlipat-lipat ganda.”
Hatiku terasa damai mendengar perkataannya, aku tertegun dan hanya bisa diam.Aku merenung memikirkan setiap kata yang diucapkan oleh pengamen tersebut.
“ Apa kau mengerti sekarang ?”
Setelah mengucapkan semua itu, pengamen tersebut pergi, berlalu meniggalkan diriku yang terpaku dalam diam. Saat itu mataku terbuka. Aku tidak hanya telah menemukan jawaban atas pertanyaanku tapi juga menemukan solusi atas masalahku. Aku harusnya bersyukur atas hidup yang Tuhan berikan. Apapun yang terjadi selalu bersyukur, karena Tuhan tahu yang terbaik untuk kita.
Sejak peristiwa itu, Clarita tak pernah lagi mengeluh dan menyesali nasibnya. Dia bangkit dan tidak mau putus asa. Dia selalu mensyukuri karunia maupun cobaan yang dia dapatkan.
Enam tahun kemuadian,
Usaha dan kerja keras memang selalu berbuah baik. Clarita yang dulu telah hidup menjadi orang sukses. Walaupun demikian dia tidak pernah lupa pada pengamen yang menyelamatkan dirinya dari keterpurukan.
Suatu ketika, saat ia sedang berada dalam mobil, menunggu lampu merah, tiba-tiba dia melihat wajah yang tak akan pernah dilupakannya. Wajah pengamen yang dulu menyelamatkan hidupnya. dia merasa lega, setelah tiga tahun mencarinya, akhirnya ia menemukannya juga. Dia menepikan mobilnya dan berlari kearah pengamen tersebut. Dengan penuh haru dipeluknya pengamen tersebut, sambil berkata setulus hati,
“ Terima kasih….!!!”
Pengamen tersebut balas memeluknya, sambil tersenyum haru.
Note : Hehehe....cerpennya gmn ? Aku sadar juga, cerpenku ini belum bagus, masih pemula, maklum z lah ya teman..!!!
Hehehe...bwt tambahan z. Nie lukisanku waktu di SMA, yahhh ga bgs2 bngt lah. Trus gmbrnya sdkt buram lagi, maklumlah mw msukin nya gmn, g tw akhrnya difoto z. Hehehehe..!!
Created by : Katriin Elysabet Sihombing